Sabtu, 21 Juli 2012

SYEIKH AHMAD KHATIB AL-MINANGKABAWI, IMAM BESAR MASJIDIL HARAM DAN GURU ULAMA-ULAMA TERKEMUKA INDONESIA

Syeikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi adalah ulama pertama Indonesia yang pernah menjadi imam besar, khatib dan guru besar di Masjidil Haram, sekaligus Mufti Mazhab Syafi'i pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Dia memiliki peranan penting di Makkah al Mukarramah dan di sana ia menjadi guru para ulama Indonesia.
 
Syekh Ahmad Khatib adalah turunan dari seorang hakim golongan Padri yang  anti penjajahan Belanda. Ia dilahirkan di Bukittinggi pada tahun 1855 oleh ibu bernama Limbak Urai dan ayahnya adalah Abdullatief Khatib Nagari. Ahmad Khatib adalah anak terpandang, dari kalangan keluarga yang mempunyai latar belakang agama dan adat yang kuat, anak dan kemenakan dari dua orang penguasa dari Ampek Koto dan Ampek Angkek, Sumatra Barat.  


Ia meninggalkan kampung halamannya pergi ke Mekah pada tahun 1871 dibawa oleh ayahnya. Setelah menamatkan pendidikannya, pada tahun 1879 ia  menikah dengan seorang putri Mekah, Siti Khadijah, anak  Syekh Shaleh al-Kurdi.  Syekh Ahmad Khatib tidak pulang ke Indonesia, sambil terus belajar ia mengajar ilmu agama dikediamannya di Mekah. Alhasil atas ketekunannya,  Syekh Ahmad Khatib akhirnya mencapai derajat kedudukan yang tertinggi dalam mengajarkan agama sebagai imam dari Mazhab Syafei di Masjidil Haram, di Mekah.
 
Syeikh Ahmad Khatib adalah tiang penyangga  mazhab Syafi'i dalam dunia Islam pada  akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Ia juga dikenal sebagai ulama yang sangat peduli terhadap pencerdasan umat. Imam Masjidil Haram ini adalah ilmuwan yang menguasai ilmu fiqih, sejarah, aljabar, ilmu hitung, dan ilmu ukur. Selain itu, ia juga pakar dalam ilmu falak. Hingga saat ini, ilmu falaknya yang antara lain tertuang di dalam kitab karangannya, Raudhatul Hussab fi A'mali Ilmil Hisab digunakan untuk menentukan awal Ramadhan dan 1 Syawal, perjalanan matahari termasuk perkiraan waktu shalat, gerhana bulan dan matahari, serta kedudukan bintang-bintang tsabitah dan sayyarah, galaksi dan lainnya. Syeikh Ahmad Khatib juga pakar dalam geometri dan tringonometri yang berfungsi untuk memprediksi dan menentukan arah kiblat, serta berfungsi untuk mengetahui rotasi bumi dan membuat kompas yang berguna untuk pelayaran.
 
Sangatlah besar pengaruh Syeikh Ahmad Khatib terhadap dinamika keislaman pada awal abad ke-20  di Arab, Mesir, Turki dan dunia Islam lainnya, terlebih lagi di Indonesia. Murid-murid  Syeikh Ahmad Khatib bertebaran di Indonesia dan tanah Melayu pada umumnya, dan kemudian banyak menjadi ulama terkemuka. Diantara murid-murid Syeikh Ahmad Khatib itu yang paling terkemuka antara lain adalah 1) H.Abdullah Ahmad,  pendiri Sumatera Thawalib, Jembatan Besi, Padangpanjang, dan pendiri Persatuan Guru Agama Islam (PGAI); 2) Haji Abdul Karim Amrullah, pengembang organisasi Muhammadiyah di Minangkabau dan Sumatra pada umumnya; 3) Syekh Muhammad Jamil Jambek, ahli ilmu falak terkemuka di Indonesia pada zamannya; 4) Syeikh Sulaiman ar-Rasuli al-Minankabawi, mufti Kerajaan Perak; dan dua tokoh ulama besar ini adalah juga muridnya, yaitu 5) Kyai Haji Mohammad Hasyim Asy'arie, pendiri NU; serta 6) Kyai Haji Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadyah (dari berbagai sumber).

Kamis, 19 Juli 2012

HARI BURUH

Hari Buruh dirayakan pada tanggal 1 Mei, dan dikenal dengan sebutan May Day. Hari buruh di beberapa negara adalah sebuah hari libur tahunan.May Day lahir dari berbagai rentetan perjuangan kelas pekerja untuk meraih kendali ekonomi-politis hak-hak industrial.

Tanggal 1 Mei dipilih sebagai hari perjuangan kelas pekerja karena terinspirasi oleh aksi buruh di Amerika Serikat yang menuntut pengurangan jam kerja menjadi delapan jam sehari. Pada tanggal 1 sampai dengan 4 Mei tahun 1886, sekitar 400.000 buruh di Amerika Serikat mengadakan demonstrasi besar-besaran untuk menuntut pengurangan jam kerja mereka menjadi 8 jam sehari. Pada tanggal 4 Mei 1886 para demonstran melakukan pawai besar-besaran, Polisi Amerika kemudian menembaki para demonstran tersebut sehingga ratusan orang tewas dan para pemimpinnya ditangkap kemudian dihukum mati, para buruh yang meninggal dikenal sebagai martir.




Pada bulan Juli 1889, Kongres Sosialis Dunia yang diselenggarakan di Paris menetapkan peristiwa di AS yang dimulai tanggal 1 Mei tersebut sebagai hari buruh sedunia dan mengeluarkan resolusi berisi: "Sebuah aksi internasional besar harus diorganisir pada satu hari tertentu dimana semua negara dan kota-kota pada waktu yang bersamaan, pada satu hari yang disepakati bersama, semua buruh menuntut agar pemerintah secara legal mengurangi jam kerja menjadi 8 jam per hari, dan melaksanakan semua hasil Kongres Buruh Internasional Perancis".

Resolusi ini mendapat sambutan yang hangat dari berbagai negara dan sejak tahun 1890, tanggal 1 Mei, yang diistilahkan dengan May Day, diperingati oleh kaum buruh di berbagai negara, meskipun di beberapa negara mendapat tekanan keras dari pemerintah mereka.

Di Indonesia hari buruh 1 Mei telah dirayakan sejak masa pemerintahan Soekarno. Ibarruri Aidit (putri sulung D.N. Aidit) sewaktu kecil bersama ibunya bahkan pernah menghadiri peringatan Hari Buruh Internasional di Uni Sovyet, Akan tetapi sejak masa pemerintahan Orde Baru hari Buruh tidak lagi diperingati di Indonesia, dan 1 Mei bukan lagi merupakan hari libur. Semasa Soeharto berkuasa, aksi untuk peringatan May Day masuk kategori aktivitas subversif, karena May Day dikonotasikan dengan ideologi komunis. Konotasi ini tidaklah pas, karena mayoritas negara-negara di dunia (yang sebagian besar menganut ideologi nonkomunis, bahkan juga yang menganut prinsip antikomunis), menetapkan tanggal 1 Mei sebagai Labour Day dan menjadikannya sebagai hari libur nasional.

Setelah era Orde Baru berakhir, walaupun bukan hari libur nasional, setiap tanggal 1 Mei kembali marak dirayakan oleh buruh di Indonesia dengan demonstrasi di berbagai kota di Indonesia sebagai Hari Buruh. Kekhawatiran bahwa gerakan massa buruh yang dimobilisasi setiap tanggal 1 Mei membuahkan kerusuhan, ternyata tidak terbukti. Sejak peringatan May Day tahun 1999 hingga 2011 tidak pernah ada tindakan destruktif yang dilakukan oleh gerakan massa buruh yang masuk dalam kategori "membahayakan ketertiban umum".

Rabu, 18 Juli 2012

PETA WILAYAH KEKUASAAN IMPERIUM MAJAPAHIT


Zaman keemasan Majapahit melekat erat dengan masa pemerintahan Hayam Wuruk, raja ke empat Majapahit (1351- 1389). Bersama Gajah Mada, Hayam Wuruk membangun Majapahit ke puncak kejayaan berdasarkan falsafah kenegaraan Bhinneka Tunggal Ika tan hana dharma mangrwa. Saat itu Majapahit mengalami era kemaharajaan thalasokrasi dengan konsep teritorial yang lebih luas daripada wilayah Indonesia saat ini, yang jika dilihat dari pusat ke kuasaan sampai daerah terluar terdiri dari Bhumi, yakni ibukota pemerintahan, Negara Agung yang secara langsung diperintah oleh Maharaja Majapahit, Mancanegara dimana Majapahit menempatkan birokrat dan tentaranya yang mengatur hubungan perdagangan, menarik pajak dan menjaga pertahanan keamanan wilayah ini, dan Nusantara yaitu koloni Majapahit yang hanya diwajibkan membayar upeti tahunan.

Jika dilihat secara horizontal, sesuai uraian Kitab Negarakertagama, maka wilayah imperium Majapahit terbagi dalam daerah yang delapan, yaitu:
1. Seluruh Jawa, meliputi: Jawa, Madura dan Galiyao (Kangean)
2. Seluruh Pulau Sumatra (Melayu), meliputi: Lampung, Palembang, Jambi, Karitang (Inderagiri), Muara    Tebo, Dharmasraya (Sijunjung), Kandis, Kahwas, Minangkabau, Siak, Rokan, Kampar, Pane, Kampe, Haru, Mandailing, Tamiang, Perlak, Barat (Aceh), Lawas (Padang Lawas, Gayu Luas), Samudra (Aceh), Lamuri (Aceh tiga segi), Bantam dan Barus.
3. Seluruh Pulau Kalimantan (Tanjungnegara), meliputi: Kapuas, Katingan, Sampit, Kuta Lingga (Serawak), Sedu (Sedang di Serawak), Kota Waringin, Sambas, Lawar (Muara Labai), Kedangdanan (Kendangwangan), Landak, Samedang (Simpang), Tirem (Peniraman), Sedu (Serawak), Brunai, Kalka Saludung, Solot (Solok, Sulu), Pasir, Baritu, Sebuku, Tabalong (Amuntai), Tanjung Kutai, Malanau dan Tanjungpuri.
4. Seluruh Semenanjung Melayu (Malaka), meliputi: Pahang, Hujungmedini (Johar), Lengkasuka (Kedah), Saimwang (Semang), Kelantan, Trengganu, Nagor (Ligor), Pakamuar (Pekan Muar), Dungun (di Trengganu), Tumasik (Singapura), Sanghyang Hujung, Kelang (Kedah, Negeri Sembilan), Kedah. Jere (Jering, Petani), Kanjab (Singkep) dan Niran (Karimun).
5. Di sebelah timur Jawa, seluruh Nusa Tenggara, meliputi: Bali, Bedulu, Lwagajah (Lilowan, Negara), Gurun (Nusa Penida), Taliwang (Sumbawa), Dompo (Sumbawa), Sapi (Sumbawa), Sanghyang Api (Gunung Api, Sangeang), Bima, Seram, Hutan (Sumbawa), Kedali (Buru), Gurun (Gorong), Lombok Mira (Lombok Barat), Saksak (Lombok Timur), Sumba dan Timor.
6. Seluruh Sulawesi, meliputi: Bantayan (Bontain), Luwuk (Luwu), Udamakatraya (Talaud), Makasar, Butun (Buton), Banggawi (Banggai), Kunir (Pulau Kunyit), Salaya (Saleier) dan Solot (Solor).
7. Seluruh Maluku, meliputi: Muar (Kei), Wandan (Banda), Ambon dan Maluku (Ternate).
8. Seluruh Irian (Barat), meliputi: Onin (Irian Utara) dan Seram (Irian Selatan).
Sedangkan batas-batas wilayah imperium Majapahit dengan negara-negara tetangga sebagaimana dimuat dalam kitab Negarakertagama pupuh 15 adalah Syangkayodhyapura (Thailand), Dharmmanagari (Laos), Marutma, Rajapura dan Sinhanagari (Myanmar), Champa (Kamboja), dan Yawana (Vietnam).

PRIA PALING TAMPAN SEPANJANG MASA (Ternyata Mengandung Cela juga)


Bintang Pria Terbesar Sepanjang Masa, demikian Institut Film Amerika menyebutnya. Sementara lembaga survei Boyylegreen Drinks Inggris mengukuhkannya sebagai pria paling tampan sepanjang masa. Situs  Nowmagazine memilihnya sebagai ikon pria paling bergaya di dunia. Majalah Premiere menobatkannya sebagai yang pertama dari 50 Bintang Film Terbesar Sepanjang Masa. Richard Schickel , kritikus film, mengatakan bahwa  Grant    adalah   bintang terbaik yang pernah ada di dunia entertain. 


Lahir dengan nama Archibald Alexander Leach di Bristol, Inggris pada 18 Januari 1904, tapi lebih populer  dengan nama panggungnya, Cary Grant,  meninggal di Davenport, Iowa, AS 29 November 1986,  adalah sosok pria idola setiap wanita. Tampan dan menyenangkan. Kualitas seperti ini, konon hanya dimiliki Cary Grant. Bahkan sosok fiktif James Bond pun dikreasi Ian Felming sambil membayangkan Grant. "Setiap wanita ingin bersama dia, dan setiap pria ingin seperti dirinya", begitu kata Ian sedikit narsisistik. Wajahnya, rambutnya, celah di dagunya, matanya, bibirnya, suaranya, senyumnya, cara dia bergerak, berjalan, dan tuksedonya, semuanya mempesona,  kharismatik dan sophisticated.

Sebagai anak tunggal, Grant mengalami masa kecil yang tidak bahagia. Ibunya menderita depresi klinis sejak kematian kakaknya saat Grant berumur 3 tahun dan dititipkan di rumah sakit jiwa. Ketika Grant berumur  10 tahun, ayahnya meninggalkannya dan  menikah lagi dengan wanita yang masih muda. Pada usia 14 tahun Grant bergabung dengan group panggung Bob Pender Stage Troupe, berperan sebagai pemain pembantu.  Pada tahun 1920 group panggungnya ini melawat ke AS, keliling ke kota-kota di Amerika selama 2 tahun. Ketika rombongan itu kembali ke Inggris, Grant memutuskan untuk tinggal di AS dan melanjutkan karir panggungnya bersama kelompok  panggung AS, Vaudeville. Sebagai bagian dari kelompok hiburan panggung ini ia pandai bermain akrobat,  sulap, dan pantomim, suatu bekal yang kelak sangat bermanfaat ketika ia melangkah ke Hollywood.  

Ya, pada tahun 1931 Grant  pergi ke Hollywood. Dia menandatangani kontrak dengan Paramount Pictures untuk bermain di beberapa film. Film pertama yang dibintanginya berjudul Blonde Venus (1932), ia bermain bersama Marlene Dietrich, dan dianggap tidak sukses. Barulah 4 tahun kemudian  pintu sukses terkuak untuknya berkat kesuksesan film yang dibintanginya,  Sylvia Scarlett (1936). Sejak itu Grant membuktikan diri sebagai aktor paling jeli memilih peran sepanjang sejarah Hollywood. Komedi (Bringing Up Baby, 1938), drama (An Affair to Remember, 1937) juga  misteri (North by Northwest, 1959) disambut penonton dan kritikus dengan hangat. Sebuah perjalanan karier yang brilian.

Pria flamboyan yang ketampanannya mengalahkan pria-pria pesohor lainnya ini menikah 5 kali. Masing-masing dengan Virginia Cherrill (1934-1935), Barbara Hutton (1942-1945),  Betsy Drake (1949-1962), Dyan Cannon (1965-1968), dan Barbara Harris (1981-1986), serta hidup bersama dengan Maureen Donaldson (1973-1977). Dan inilah celanya, Richard Blackwell menulis bahwa Grant adalah seorang homoseksual, aktor Randolph Scott  yang tinggal serumah dengannya selama 12 tahun adalah pasangan homoseksualnya. Gunjingan ini dibantah oleh sebagian janda Grant dan Jennifer puri Grant. Akan tetapi janda Grand yang lain, Betsy Drake dan kekasih Grant Lisa Medford menyakini bahwa Grand adalah seorang biseksual, fisik maupun platonis.

Selasa, 17 Juli 2012

PAHLAWAN SEJATI TANPA KONTROVERSI, SAYANG DALAM HISTORIOGRAFI TERDISTORSI

Dia adalah Sri Sultan Hamengkubuwono IX pahlawan republik sejati, nyaris tanpa kontroversi tetapi sayangnya dalam historiografi Indonesia modern perannya seperti terdistorsi. 


1. Segera setelah Proklamasi RI Sultan Hamengkubuwono IX mengirimkan amanat kepada Presiden RI yang menyatakan keinginan kerajaan Yogyakarta untuk mendukung pemerintahan RI dan memasukkan daerah kekuasaannya ke dalam wilayah RI. Amanat 5 September 1945 itu antara lain berbunyi bahwa Negari Yogyakarta Hadiningrat langsung di bawah Pemerintah Pusat Negara Republik Indonesia dan penguasa negari Yogyakarta langsung bertanggungjawab kepada Presiden Republik Indonesia. Hal ini jarang tertulis di buku2 sejarah, sehingga se-olah2 tanpa amanat Sultan HB IX Yogyakarta otomatis menjadi wilayah kekuasaan negara Republik Indonesia, padahal jika Sultan mengambil sikap lain maka jalan cerita sejarah republik ini akan lain juga.

2. Untuk menyelamatkan keberlangsungan pemerintahan RI yang didesak Belanda, Sri Sultan Hamengkubuwono IX mengundang pemerintah RI untuk memindahkan ibukota ke Yogyakarta. Permintaan Sultan ini bersambut hingga pada Januari 1946 ibukota pemerintah RI pindah ke Yogyakarta yang sekaligus menjadi pusat perjuangan mempertahankan kemerdekaan RI. Undangan Sultan Hamengkubuwono IX ini nyaris tidak tertulis dalam buku2 sejarah, se-olah2 perpindahan pusat pemerintahan republik ke Yogyakarta saat itu tanpa ada undangan dari Sultan Hamengkubuwono IX.

3. Berdasarkan dokumen-dokumen asli yang dimiliki Arsip Nasional RI jelas bahwa penggagas Serangan Oemoem (SO) 1 Maret 1949 adalah Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Sebuah dokumen hasil wawancara mendiang Raja Yogyakarta itu dengan Radio BBC London tahun 1980-an secara jelas mengatakan hal itu. Dari wawancara itu juga terungkap, peran mantan Presiden Soeharto yang ketika itu masih berpangkat Letnan Kolonel hanya sebatas sebagai pelaksana saja. Di buku2 sejarah tertulis bahwa penggagas Serangan Oemoem (SO) 1 Maret 1949 adalah Soeharto.

4. Sultan Hamengkubuwono IX lah selaku Menteri Pertahanan dan Keamanan RIS yang menyusun strategi dan memimpin operasi2 militer menumpas gerakan2 yang tetap ingin mempertahankan RIS di Sulawesi Selatan, Sumatra Timur dan Kalimantan Barat. Untuk hal ini dia mengalami percobaan pembunuhan oleh pendukung federalisme dibawah pimpinan Sultan Hamid II dan Westerling. Benteng ideologis negara kesatuan adalah Soekarno, dan benteng di lapangannya adalah Sultan Hamengkubuwono IX. Hal ini pun amat jarang dijumpai di buku2 sejarah Indonesia, terdistorsi menjadi unitarisme vs federalisme semata.
Betapa besar peranan Sultan Hamengkubuwono IX dalam menegakkan berdirinya republik ini sampai2 Moh. Roem menyatakan “apa yang terjadi dengan Republik jika tidak ada Hamengkubuwono IX?”. Sedangkan media2 Barat menuliskan bahwa Hamengkubuwono IX adalah orang kedua setelah Soekarno dan yang waktu itu diperkirakan akan menggantikan Soekarno. Ternyata yang kemudian menggantikan Soekarno tokoh lain. barangkali karena hal itulah yang kemudian menyebabkan perannya dalam cerita di buku2 sejarah Indonesia tidak begitu jelas dan tegas ditulis sebagaimana mestinya,

MASJID DI BATURETNO INI LEBIH TUA DARI MASJID AGUNG DEMAK



Konon dalam rangka mencari kayu jati pilihan untuk membangun Masjid Agung Demak, para wali sembari menyebarkan agama Islam menjelajahi berbagai daerah di pulau Jawa. Adalah Sunan Kalijaga dan rombongannya menyusuri sungai Bengawan Solo dan terus ke arah timur menerabas hutan2 menuju rimba jati terbaik milik Ki Ageng Donoloyo yang sanggup menyediakan jati2 terbaik untuk keperluan pembangunan Mesjid Agung Demak. Sebelum sampai ke hutan Donoloyo, berhentilah rombongan Sunan Kalijaga di sebuah kawasan hutan bernama Sembuyan. Di sini beliau beristirahat untuk beberapa waktu lamanya dan mendirikan sebuah masjid, yang sekaligus merupakan prototipe Masjid Agung Demak yang akan dibangun.
 

Masjid ini berukuran 7,5 x 7,5 meter dan berbentuk limasan, merupakan bangunan panggung dianjang , beratap rumbia kering (tahun 2002 diganti genting). Tiang, dinding dan lantainya seluruhnya berbahan baku kayu jati tua dan sambungan kayunya pun menggunakan pasak kayu jati. Keempat ompaknya yang merupakan soko guru terbuat dari bonggol kayu jati dan antara satu dengan lainnya berbeda, baik bentuk, karakter kayu maupun ukurannya. Puncak kubah berbentuk mahkota raja terbuat dari tanah dan sampai saat ini masih relatif utuh. Di dalam masjid terdapat sebuah mimbar kayu jati dengan ukiran unik. Di tiap sambungan kerangka masjid terdapat simbolisasi kebesaran Islam bintang Oktagon segi delapan. 

Menilik umurnya, masjid ini diperkirakan dibangun pada tahun 1401 Saka atau 1479 M. Hal ini didasarkan atas gambar hewan penyu di salah satu bagian masjid itu. Menurut candra sengkala zaman peralihan Hindu-Islam, hewan penyu itu, bisa dipilah sebagai (kepala penyu=1, kaki penyu=4, badan penyu=0, ekor penyu=1), sehingga diartikan pendiriannya terjadi pada 1401 Saka atau 1479 M, sedikit lebih tua dari Masjid Agung Demak yang selesai pembangunannya pada tahun 1505 M.

Panjangnya usia masjid ini dan letaknya yang di tengah2 hutan, membuat masjid ini sempat beberapa tahun tidak diketahui keberadaannya, tertimbun semak2. Sunan Kalijaga dan rombongannya setelah membangun masjid ini meninggalkannya begitu saja melanjutkan perjalanan menuju hutan Donoloyo mencari kayu jati Ki Ageng Donoloyo. Barulah pada sekitar tahun 1745 Pengeran Samber Nyowo dalam pelarian dan persembunyiannya atas pengejaran Patih Pringgoloyo dan Mayjen Hendrik secara tidak sengaja menemukan masjid itu. Berita penemuan masjid kuno oleh Pangeran Samber Nyawa tersebut segera tersebar luas, banyak orang berdatangan untuk menyaksikan temuan masjid kuno itu, dan mereka kemudian menamakan masjid yang baru ditemukan itu Masjid Tiban. Pangeran Samber nyawa kemudian memerintahkan pengikutnya Tuhuwono untuk membuka hutan di bukit itu dan menjadinya perkampungan dan persawahan, sekaligus merawat dan melestarikan masjid kuno tersebut. Oleh Pangeran Samber Nyawa masjid dan perkampungan itu diberi nama Wonokerso (hutan atas kehendak Sang Pangeran). 

Masjid kuno itu kini terletak di Dusun Tekil Kulon, RT01/RW05, Desa Sumber Rejo, Kecamatan Baturetno, Wonogiri, Jawa Tengah. Meski jalan menuju dusun yang terasing dari hingar-bingar keramaian kota tersebut naik turun dan berkolok-kelok, akan tetapi di dalamnya ada sebuah bangunan masjid kuno perpaduan Hindu-Islam bernilai sejarah dan religi tinggi.Sayang untuk tidak dikunjungi.

SANG RAJA TANPA MAHKOTA, SANG GURU PARA PENDIRI NEGARA

Kelahirannya  di Desa Bakur, Kleco, Ponorogo,  Jawa Timur,  pada hari Senin 16 Agustus 1883 bersamaan dengan meletusnya Gunung Krakatau yang dentumannya terdengar di seluruh wilayah Nusantara, bahkan sampai ke Singapura, Australia, Filipina, dan Jepang..   Ia adalah anak kedua dari dua belas bersaudara, putra dari Raden Mas Cokroamiseno, seorang Wedana Kleco dan cucu dari Raden Mas Adipati Cokronegoro, bupati Ponorogo, serta memiliki garis keturunan Pakubuwono II raja Kasunanan Surakarta . Terlahir dari keluarga bangsawan tidak membuatnya bersikap angkuh, justru karena itulah ia akhirnya menjadi  motor penggerak kemerdekaan bagi Indonesia pada saat banyak  manusia tertidur dalam belaian kaum kolonial Belanda. 

Awal dunia pendidikannya ia dapatkan dari lingkungan keluarga yang secara kebudayaan termasuk masuk dalam golongan priyayi. Pendidikan dasarnya ditempuh di daerah Madiun, di Sekolah Rendah  Belanda.  Kemudian pendidikan lanjutnya ia tempuh di OSVIA (Opleiding School voor Inlandsche Ambtenaren “sekolah pendidikan untuk pegawai pribumi”)  selama 5 tahun di Magelang. Lulus dari OSVIA  tahun 1902 ia menjadi juru tulis patih di Ngawi,  Jawa Timur, kemudian ia diangkat menjadi patih, yakni pembantu utama bupati di daerah yang sama. Pada bulan september 1905 ia berhenti dari jabatannya,  ia merasa tidak puas hidup dalam lingkungan  kepegawaian yang harus selalu  ber-jongkok2 dan me-nyembah2 kepada tuan2 Belanda. Ia  pindah ke Surabaya dan bekerja di sebuah perusahaan swasta, Firma Coy & CO. Sambil bekerja, ia meneruskan pendidikan formalnya di  BAS (Burgerlijke Avond School) Jurusan Mesin. Sesudah menyelesaikan pendidikan di BAS ia bekerja di Pabrik Gula Rogojampi di Surabaya (1907-1912) dan mulai menulis di harian Bintang Surabaya. Namun pekerjaannya di pabrik gula itu ditekuninya hanya sampai bulan Mei 1912, selanjutnya ia bekerja di perusahaan Biro Teknik Surabaya. Akan tetapi pada tahun 1912 itu juga kontrak kerjanya  pada perusahaan Biro Teknik Surabaya tersebut ditebus oleh Haji Samanhoedi, Ketua Sarekat Dagang Islam dan memintanya menjadi komisaris SDI dan sekaligus diberi tugas menyusun Anggaran Dasar SDI.  Ia bersedia, dan disusunlah Anggaran Dasar SDI.

Penunjukkan dirinya oleh Haji Samanhoedi tidaklah asal tunjuk. Dalam pandangan Haji Samanhoedi  SDI  mestilah diperlebar cakupannya, tak hanya mengurusi soal –soal dagang saja, tapi juga politik dan dakwah. Ia menyadari bahwa orang yang mampu membawa kearah cita-cita tersebut tidaklah banyak, bisa jadi bahkan tidak ada. Maka dicarilah orang yang berani dan punya visi kedepan, para pencari dan pemburu bakat disebar, telinga dipasang, informasi digali. Akhirnya mereka pun mendengar, bahwa di Surabaya ada seorang pribumi, yang dididik secara barat, namun mempunyai keberanian yang luar bisa untuk berjuang demi  bangsa dan agama. Ia keturunan bangsawan dan pernah menjadi patih di sebuah kabupaten, tetapi kemudian keluar karena tidak mau tunduk kepada pimpinan Belanda. Ia mempunyai mata elang, kumis melintang, bicara lantang, dan punya visi dan misi dalam perjuangan. 

Sejak itu ia mulai melangkah berjuang dalam organisasi pergerakan nasional  mengangkat derajat,  harkat dan martabat rakyat Indonesia. Karir politik melejit bagai meteor. Atas persetujuan Haji Samangoedi ia pindahkan pusat SDI dari Solo ke Surabaya dan mengubah nama organisasi itu menjadi Sarekat Islam (SI) agar organisasi tidak hanya bergerak dalam bidang ekonomi, tapi juga dalam bidang lain seperti sosial dan politik. Lebih dari itu SI ia buka untuk semua lapisan masyarakat dan semua orang Indonesia yang beragama Islam. Prestasi politik perdananya ia tunjukkan  ia sukses menyelenggarakan vergadering SI pertama pada 13 Januari 1913 di Surabaya. Rapat besar itu dihadiri 15 cabang SI, tiga belas di antaranya mewakili 80.000 orang anggota. Kemudian dalam kongres  pertama SI sendiri pada 25 Maret 1913 di Solo ia terpilih menjadi wakil ketua SI Pusat mendampingi Haji Samanhoedi. Dalam posisi wakil ketua inilah ia  mulai menanamkan pengaruhnya yang segera menjalar ke mana-mana. Pada kongres SI kedua di Yogyakarta pada 19-20 April 1914 ia terpilih sebagai  Ketua SI Pusat menggantikan Haji Samanhoedi dalam usia yang masih muda 31 tahun. Di tangannya, SI berkembang pesat  menjadi organisasi politik pertama terbesar di Nusantara. Pada tahun 1914, anggota resminya mencapai 400.000 orang, sedangkan tahun 1916 terhitung 860.000 orang dan tahun 1919  melesat menjadi 2.500.000 orang serta anggota tidak resminya diperkirakan berkisar 5.000.000 orang.

Ia adalah seorang orator ulung, suara baritonnya yang berat  dapat didengar puluhan ribu orang tanpa mikrofon. Konon semua anggota organisasi pergerakan yang dipimpinnya ini  mengangkat sumpah setia dan memegang kartu anggota yang juga  dianggap sebagai jimat. Ia oleh sebagian besar anggotanya dianggap sebagai ratu adil, ’raja yang adil’, seperti  diramalkan dalam tradisi mesianik jawa, yang disebut erucakra. Elite kerajaan jawa, yang tak suka dengan campur tangan Belanda dalam urusan mereka diam2 berdiri di belakang, mendukungnya. Hal ini wajar sebab ia seorang tokoh yang sangat cerdas, lihai, dan pemberani. Ia disegani kawan kawan seperjuangan dan ditakuti  lawan-lawan politiknya. Perjuangannya dalam membela hak kaum pribumi, benar-benar menempatkan dirinya menjadi seorang tokoh yang benar-benar dihormati. Ia mempunyai kekuatan yang mampu memompa semangat perjuangan para anggota SI dan rakyat untuk bersatu melawan tirani kolonolialisme. Rakyat betul-betul mencintai pemimpin mereka yang lantang menuntut keadilan itu. Pengaruhnya yang demikian besar di kalangan rakyat membuat pemerintah kolonial Belanda takut padanya. Pemerintah kolonial Belanda bahkan menjulukinya sebagai “de Ongekroonde Koning van Java (Raja Jawa yang tidak Bermahkota).  

Julukan itu kiranya tidak berlebihan, sebab ia memang bukanlah seorang raja dengan singgasana dan mahkota di kepalanya, akan tetapi kekuatan pengaruhnya di kalangan rakyat bahkan melebihi seorang raja Jawa sekalipun ketika itu. Dialah episentrum perlawanan rakyat terhadap kesewenang-wenang kaum kolonial dan pejabat pamong praja kaki tangan kaum imperialis. Ia juga adalah orang Indonesia pertama yang memperkenalkan paradigma nasionalisme dan tidak mau mengakui nama Hindia Belanda, ia  lebih bangga menyebut Indonesia dengan India Timur atau India. Ia adalah juga penggagas pemerintahan sendiri (zelfbestuur) untuk bangsa Indonesia. Semboyan perjuangannya jelas, tegas dan dasyat, yaitu “setinggi-tinggi ilmu, semurni-murni tauhid, sepintar-pintar siasat.”  Semboyan singkat itu pulalah yang menjadi obat jiwa perjuangan kaum pergerakan, terutama murid-muridnya. 

Ya ia memiliki murid murid politik yang cukup banyak jumlahnya dan hampir semuanya adalah tokoh-tokoh besar dalam panggung sejarah kemerdekaan Indonesia, sebab dia adalah juga seorang guru, seorang begawan, dan rumahnya di Jalan Penoleh VII Surabaya adalah kawah candradimuka bagi kaum pergerakan. Sebagai seorang pemimpin linuwih,  murid-muridnyapun bukan orang sembarangan pula, mereka itu di  antaranya adalah Soekarno, Muso, Alimin, Semaun, Sekarmaji Marijan Kartosoewirjo, Buya Hamka, Abikoesno, Tan Malaka,  HA Agus Salim, KH. Mansyur, Darsono, Sukiman, Herman Hartowisastro, W. Wondoamiseno,  AM Sangadji, Mohammad Roem, Fachrudin, Abdoel Moeis, Ahmad Sjadzili, Djojosoediro, Hisamzainie  dan  tokoh-tokoh besar lainnya. Pantaslah jika ia disebut sebagai god father dari para founding father. Ajaran politiknya antara lain adalah bahwa agama Islam itu membuka rasa pikiran perihal persamaan derajat manusia sambil menjunjung tinggi kepada kuasa negeri dan agama sebaik-baiknya buat mendidik budi pekertinya rakyat, sedangkan  negeri atau pemerintah hendaklah tiada terkena pengaruhnya percampuran barang suatu agama, melainkan hendaklah melakukan satu rupa pemandangan di atas semua agama itu. Ia tidak mengharapkan sesuatu golongan rakyat berkuasa di atas golongan rakyat yang lain. Ia lebih mengharapkan hancurnya kuasa kolonialisme imperialisme  yang jahat dan memperjuangkan agar rakyat pada akhirnya  mendapat kuasa pemerintah sendiri (zelf bestuur). Baginya dasar sosialisme Islam adalah ajaran Nabi Muhammad tentang kemajuan budi pekerti rakyat, dan ia membagi  sosialisme Islam menjadi tiga anasir, yaitu: kemerdekaan (vrijheid-liberty),  persamaan (gelijk-heid-eguality), dan  persaudaraan (broederschap-fraternity).

Ia pun memberikan wejangan kepada murid-muridnya sebagai berikut. “Kalau kamu mau menjadi pemimpin rakyat yang sungguh-sungguh, lebih dahulu kamu harus cinta betul betul kepada rakyat, , korbankanlah jiwa raga dan tenagamu untuk membela kepentingan rakyat seperti membela dirimu sendiri, sebab kamu adalah satu bagian daripadanya. Dan cintailah kepada kebenaran dalam segala usahamu, tentu Allah akan menolong kamu. Jangan sombong dan jangan bercidera janji. Jangan membeda-bedakan bulu, barangsiapa datang kepadamu terimalah dengan baik dan hormat, meski fakir dan miskin sekalipun. Tetapi…….. kalau kamu berhadapan dengan lawan , baik siapa dan dari bangsa apapun juga, harus kamu tunjukkan sikap sebagai satria yang gagah berani, janganlah sekali-kali suka merendahkan diri. Seorang pemimpin harus mempunyai rasa perasaan bahwa dirinya lebih tinggi dan lebih berharga derajatnya dalam pandangan rakyat dan juga dalam pandangan Allah. Percayalah ………….. Allah tidak akan sia siakan segala usahamu sebagai pemimpin rakyat, asal hatimu jujur dan ikhlas.”



Meskipun ia mengajarkan ajaran yang sama tentang agama, sosial, politik dan strategi mencapai kemerdekaan yang bertumpu pada sosialisme Islam, akan tetapi murid-muridnya sudah tentu memiliki pemahaman yang beraneka ragam sesuai dengan latar belakang lingkungan kehidupan, pendidikan, pekerjaan dan orientasi politik masing-masing. Soekarno menjadi tokoh Partai Nasional Indonesia (PNI), Abikusno Tjokrosujoso menjadi tokoh Partai Syarikat Islam Indonesia (PSSI), Semaun, Alimin dan Musso menjadi tokoh komunis dan memimpin Partai Komunis Indonesia (PKI), Tan Malaka  kekiri-kirian (MURBA), KH. Mas Mansyur menjadi tokoh Muhammadiyah dan bersama dokter Sukiman mendirikan Partai Islam Indonesia (PSI) yang berasaskan kebangsaan, sedangkan Kartosuwiryo menjadi pimpinan PSII di masa penjajahan dan  memimpin  Darul Islam dan Tentara Islam Indonesia (DI/TII) di masa kemerdekaan,. Namun demikian, yang jelas kelahiran tokoh-tokoh yang mempunyai militansi tinggi itu tidak terlepas dari buah pikiran dan keteguhan Sang Guru mereka. Mereka dididik secara keras dan kuat melawan kekuasaan kolonial Belanda,  menjadi lokomotif perjuangan kemerdekaan Indonesia. 

Kehadiran tokoh-tokoh berpengaruh dalam pentas perjuangan kemerdekaan Indonesia di atas menegaskan bahwa sosok  Sang Guru  adalah seorang yang pluralis dan humanis. Murid-muridnya yang kemudian  terbelah secara ideologis menjadi Nasionalisme, Islamisme dan Komunisme merupakan pertanda betapa istimewanya sosok Sang Maha Guru itu. Ia mampu memposisikan pikiran-pikiran murid-muridnya yang seakan terserak tanpa berbunuh-bunuhan. Mereka dipadukan dalam satu semangat pemihakan sosial yang total, keberagamaan yang membebaskan lewat pikiran Sang Maha Guru yang ia sebut sebagai Sosialisme Islam. Sangat wajar jika  Putra Fajar, Soekarno mengatakan ketika dirinya dipercaya memimpin kemerdekaan Republik Indonesia : “Andaikata  dia,  guru saya masih hidup, tentulah bukan saya yang menjadi Presiden, melainkan dia. Saya tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan dia…”.  Dia adalah Sang Guru Putra Fajar, dia adalah sang guru para pendiri negara, dia adalah sang raja tak bermahkota, dia adalah episentrum gerak perjuangan memerdekaan Indonesia, dia adalah Haji Umar Said Cokroaminoto. (Dari berbagai sumber).

DARI TAEL SYAELENDRA SAMPAI PECAHAN 850.000 RUPIAH


Uang bukan sekadar alat tukar, tetapi juga cermin dari puncak-puncak peradaban dari suatu entitas politik dan budaya tertentu yang hidup pada kurun waktu tertentu pula. Dengan demikian, uang sangatlah multifungsi. Dengan membaca perkembangan mata uang,  dapat diceritakan bagaimana kondisi sebuah bangsa dan seluruh perjalanan peradabannya.


Perjalanan sejarah Indonesia pun dapat dilihat pada perkembangan uangnya.Berdasarkan inskripsi-inskripsi jaman dulu, koin Indonesia  dicetak pertama kali  sekitar tahun 800-850 Masehi, yaitu pada jaman kerajaan Mataram Syalendra yang berpusat di Jawa Tengah. Koin-koin tersebut dicetak dalam dua jenis bahan, yaitu dari perak dan emas. Koin emasnya berbentuk seperti kotak, dimana pada bagian depanya terdapat huruf Devanagari "Ta" (Singkatan dari "Tael"). Pada zaman Djenggala di Kediri yang dikenal sebagai kerajaan tertua di Pulau Jawa Timur , uang disebut Krishnala. Uang itu terbuat dari perak dan perunggu. Pada zaman Majapahit uang dikenal dengan sebutan Gobog, yang menyerupai Gobog Cina. Bentuknya bulat pipih dan pada bagian tengahnya berlubang segi empat. Pada umumnya, Gobog memiliki ukiran binatang, wayang, dan relief yang menggambarkan cerita rakyat pada masa itu.

Sejak aba ke-14 mulai pula dikenal di Indonesia jenis mata uang dinar dan dirham. Dinar dan Dirham pernah mendominasi pasar-pasar di sebagian besar Nusantara, antara lain di Pasai, Malaka, Banten, Cirebon, Demak, Tuban, Gresik, Gowa, dan Kepulauan Maluku. Dalam buku Ying Yai Sheng Lan karya Ma Huan,  disebutkan bahwa mata uang Samudera Pasai dan beberapa kesultanan Islam lainnya di Nusantara adalah Dinar emas dengan kadar 70 persen dan mata uang keueh dari timah (1 Dinar = 1.600 keueh). Pasai telah mencetak Dinar pertamanya pada masa Sultan Muhammad (1297-1326), Kesultanan Banten,  Gowa, Demak  pun  juga mencetak mata uang dinar dan dirhamnya sendiri. Sedangkan Mataram Islam mencetak dinar dan dirhamnya pada tahun 1600-an, dan sejak  tahun 1744 mata uang Mataram dicetak oleh VOC.Berdasarkan perjanjian Mataram – VOC , dinar dicetak seberat 16 gram emas dengan kadar 75 persen dan dinamakan mahar, sedang dirham dicetak seberat 6,575 gram perak dengan kadar 79 persen dan  dinamakan rupiah. Dicetak juga uang recehan uang dibuat dari tembaga yang dinamakan doit Jawaatau doit VOC. Koin2  Jawa buatan VOC tersebut beredar sampai tahun 1826, yaitu sampai berdirinya De Javasche Bank di Batavia pada tanggal 10 Oktober 1827 yang secara resmi menghentikan peredaran uang Jawa. Meski demikian di pasaran, uang Jawa tersebut masih juga digunakan sebagai alat pertukaran.

Sejak berdirinya De Javasche Bank tersebut Pemerintah Hindia Belanda mengimpor Gulden secara besar-besaran dari Eropa. Gulden ini dibuat oleh Pemerintah Kolonial di negeri Belanda. Gulden impor itu berupa koin-koin perak dengan gambar Willem I, dengan nominal ¼, ½, dan 1 Gulden. Selain itu diedarkan juga doit-doit tembaga dengan nilai pecahan kecil. Pada jaman Raja Willem III (1849-1890),  dicetak koin perak dengan nilai 1/20 Gulden (Setengah Ketip). Pada masa ini pula dicetak koin tembaga dengan pecahan 1 dan 2 ½ Sen. Koin 1 sen mulai dicetak sejak tahun 1855, sedangkan pecahan 2½ sen sejak tahun 1856. Dalam peredaranya ternyata koin dengan nilai 2½ sen itu tidak begitu populer dimasyarakat. Orang Jawa menamai koin ini dengan sebutan "Gobang" atau "Benggol". Walaupun tidak sesukses dalam peredaran, namun koin ini sangat populer dengan fungsinya yang lain, yaitu sebagai alat "kerokan".

Pada masa pendudukan Jepang hanya dicetak satu seri koin, yaitu  pecahan 1, 5, dan 10 sen, dan semuanya dicetak pada tahun  1943 dan 1944. Koin pecahan 1 dan 5 sen terbuat dari alumunium, sedangkan 10 sen terbuat dari timah. Pada koin nominal 5 dan 10 sen, di bagian muka terdapat gambar wayang, sedangkan nominal 1 sen terdapat gambar kepala wayang. Di bagian belakangnya terdapat tulisan Jepang, JAVA, nominal (5 Sen), dan tahun Jepang 2603/04.

Koin setelah kemerdekaan Republik Indonesia adalah koin tahun 1951. Koin ini terbuat dari alumunium dengan pecahan 5 sen, yang mempunyai ciri khusus, yaitu mempunyai lubang pada bagian tengahnya dan koin alumunium pecahan 10 sen (tanpa lubang) dengan gambar Garuda. Berikutnya pada tahun 1952 dicetak koin-koin dengan pecahan 1 sen (yang mempunyai desain sama dengan pecahan 5 sen bolong) dan pecahan 25 Sen. Pada tahun yang sama juga dicetak koin dengan pecahan 50 sen dengan gambar Dipanegara.

Setelah Suharto diangkat sebagai Presiden Indonesia yang kedua, maka koin-koin yang pertama kali dicetak pada awal pemerintahanya adalah tahun 1970. Koin-koin dengan bahan alumunium ini dikenal sebagai koin-koin seri burung (nominal 1 dan 5 rupiah) serta padi dan kapas (2 rupiah). Serial koin-koin menarik dari bahan perak dan emas diluncurkan pula pada tahun 1970, guna memperingati 25 tahun kemerdekaan Indonesia. Tahun 1995 diluncurkan koin spesial dengan nominal Rp.850.000,00.

Pertanyaan besar yang muncul adalah siapa yang menggunakan uang2 itu, sejak masa Syaelendara sampai dengan awal abad ke-20?  Sebab sepanjang masa itu masyarakat Indonesia masih  berada pada pola hidup subsisten ekonomi, sedangkan ekonomi uang atau cash economy baru dimulai sekitar tahun 1920an. Untuk apa uang2 itu bagi  sebagian besar masyarakat Indonesia pada sepanjang masa itu? Mereka tidak menjual barang untuk mendapatkan uang dan juga tidak membeli barang2 dengan uang. Bisa jadi oleh karena uang bukan sekedar alat tukar.

IRONI SANG LEGENDA

Dengan ujung rambut depan berbentuk segitiga, jaket tempur yang ketat, baret hitam di kepala, wajah yang manly, gurat-gurat pengalaman tempur, membuncah pada kenangan banyak anak muda. Foto di atas tentulah banyak yang sudah kenal. Meski sang tokoh tidak pernah menjadi bagian dari materi pengajaran sejarah di sekolah2, lebih2  di Indonesia, akan tetapi fotonya telah sering terpasang di rumah-rumah kost mahasiswa, di kamar2 anak muda, menghiasi berjuta-juta kaos dan tersebar dimana-mana. Ia menjadi ikon dunia dan wajahnya muncul dalam bendera - bendera, plakat-plakat, spanduk-spanduk, bilboard-bilboard, mata uang, dan lain sebagainya.  


Bernama lengkap Ernesto Guevara de la Serna dan lebih populer dipanggil  ”Che” atau Che Guavara. Ia  lahir di Rosario, Argentina 14 Juni 1928, dari keluarga kelas menengah berdarah campuran Irlandia, Basque dan Spanyol.  Pendidikan dasarnya ia dapatkan sebagian dari ibunya, Celia de la Serna. Pada usianya yang masih belia, ia telah menjadi seorang pembaca yang lahap. Memasuki sekolah menengah tahun 1941 di Colegio Nacional Deán Funes ,Córdoba  ia   menjadi yang terbaik di bidang sastra dan olahraga. Pada waktu belajar ilmu kedokteran di Universitas Buenos Aires  tahun 1947-1953   ia hanya menunjukkan sedikit minat dalam bidang politik.  Pada tahun 1949 ia memulai perjalanan panjangnya dengan mengendarai sepeda motor Norton menjelajahi Argentina Utara, dilanjutkan ke Chili, Peru, Kolombia, Venezuela dan Miami.  Itulah untuk pertama kalinya ia bersentuhan langsung dengan orang miskin dan sisa2 suku Indian, serta kaum marginal lainnya. Ia kembali ke Rosario dengan sebuah keyakinan bulat  bahwa ia tidak mau menjadi profesional kelas menengah meskipun ia akan menjadi seorang dokter, ia lebih memilih memperjuangkan hak-hak kaum marginal meskipun untuk itu ia harus mengangkat senjata.

Didorong oleh keyakinnya yang kuat untuk berjuang di antara kaum marginal, setelah lulus kuliah dan menjadi seorang dokter, ia pergi ke Bolivia, kemudian ke Guatemala dan tinggal di lingkungan kaum miskin. Sambil mengobati orang-orang miskin, ia melibatkan diri dan  mendukung perjuangan petani bangsa Maya yang dipimpin Arbenz merebut ribuan hektar tanah mereka yang dikuasai oleh United Fruit Company (UFCo), yang berbasis di Boston, AS. Sayangnya, pasukan Arbenz yang didukungnya akhirnya  dikalahkan oleh Carlos Castillo Armas yang dibantu  militer Amerika Serikat, tetapi Che  berhasil  meloloskan diri dari kejaran pasukan Armas.  Ia kemudian pergi ke Mexico, dan di sinilah ia bertemu dengan emigran politik Fidel Castro.  Ia bergabung dengan  Castro dan pengikutnya dan tinggal di rumah-rumah petani di pegunungan tempat para pejuang revolusi Kuba dilatih perang gerilya oleh kapten tentara Republik Spanyol Alberto Bayo.

Pada bulan Juni 1956 ketika mereka menyerbu Kuba, Che pergi bersama mereka, ia diangkat  sebagai komandan tentara revolusioner Barbutos. Ia agresif dan pandai dan paling berhasil dari semua pemimpin gerilya dan yang paling bersungguh-sungguh memimpin  anak buahnya. Ia juga seorang yang berdisiplin tinggi yang tidak sungkan-sungkan menembak orang yang ceroboh dan di arena inilah ia mendapatkan reputasi atas kekejamannya yang berdarah dingin dalam eksekusi massa pendukung fanatik presiden terguling, Batista. Pada saat revolusi dimenangkan, Guevara merupakan orang kedua setelah Fidel Castro dalam pemerintahan baru Kuba.  Che mengorganisasi dan memimpin Instituto Nacional de la forma Agraria, yang menyusun hukum agraria yang isinya menyita tanah-tanah milik kaum feodal (tuan tanah), mendirikan Departemen Industri dan menjabat  Presiden Bank Nasional Kuba. Ia  menggusur orang orang komunis kanan dari pemerintahan serta pos-pos strategis. Ia bertindak keras terhadap dua ekonom Perancis  beraliran Marxis penasehat ekonomi Fidel Castro. Ia juga  melawan para penasihat Uni Soviet. Dia mengantarkan perekonomian Kuba begitu cepat, menggandakan panen dan mendiversifikasikan produksi pangan.

Setelah enam tahun bekerjasama dengan Castro, perbedaan garis politik ekonomi kedua mantan gerilyawan itu semakin melebar. Castro terlalu tunduk pada para penasehat ekonomi Soviet, yang mendorong Kuba melakukan industrialisasi besar-besaran, khususnya produksi gula untuk dibarter dengan minyak bumi Uni Soviet. Che, sebaliknya, Che ingin membalik kan kiblat industrialisasi Kuba ke industri kecil dan menengah, untuk meningkatkan jumlah barang konsumen bagi rakyat dan meningkatkan nilai mata uang sehingga mencegah inflasi.
 
Perbedaan pendapat soal model pembangunan Kuba itu mengerucut dalam perdebatan terbuka antara ”sayap kiri” yang mendukung model RRT, dipelopori oleh Che, dan ”sayap kanan” yang mendukung model Soviet. Castro sendiri tidak mengambil sikap tegas dalam debat ini, yang akhirnya di tahun 1966 dimenangkan oleh tesis Guevarista, setelah Che sendiri meninggalkan Kuba.

Ya ketika konflik dengan Castro memuncak tahun 1965, dia menghilang secara misterius. Ternyata ia
memulai petualangan heroiknya lagi, ia berkeliling dunia, menjelajahi Afrika. Ia berhenti di Kongo membantu pemberontakan Kinshasa  melawan pemerintahan kolonial Belgia. Ia mendatangkan sukarelawan dari Kuba untuk membantu pemberontak Kinshasa melakukan perang  dengan taktik gerilya. Tetapi usahanya ini sia-sia. Ia  lalu  kembali ke Amerika Selatan, ia ke Bolivia. Ia melakukan aksi revolusioner untuk menggulingkan pemerintahan militer Presiden Barrientos yang dianggapnya sebagai kaki tangan kaum kapitalis. Che ingin mendirikan  pemerintahan revolusioner di sana. Ia mendapat tempat di hati kaum marginal, bahkan  para petani Bolivia menganggapnya sebagai orang kudus. Ia dijuluki sebagai “Saint Ernesto”, dimana para petani berdoa kepadanya untuk meminta berkah. Tetapi di negeri inilah  petualangan revolusionernya berakhir.  Pada tanggal 8 Oktober 1967 di dekat Vallegrande, ia tertangkap oleh agen CIA yang kemudian diserahkan kepada militer Bolivia. Atas perintah Presiden  Barrientos, pada tanggal 9 Oktober 1967 ia  dieksekusi mati ditembus peluru eksekutor, Sersan Mario Teran. Kematiannya ternyata hanya membunuh jasadnya, namanya justru semakin tumbuh dan berkembang menggema di se antero dunia.

Ia menjadi legenda. Ia dikenang karena keganasannya, penampilannya yang romantis, gayanya yang menarik, sikapnya yang tak kenal kompromi dan penolakan atas penghormatan berlebihan atas semua reformasi murni dan pengabdiannya untuk kekejaman dan sikapnya yang flamboyan. Ia juga idola para pejuang revolusi dan bahkan kaum muda generasi tahun 1960-1970 atas tindakan revolusi yang berani yang tampak oleh jutaan orang muda sebagai satu-satunya harapan dalam perombakan lingkup borjuis kapitalisme, industri dan komunisme. Wajar jika banyak kaum muda mengidolakannya sebab ia pun sangat berpengharapan terhadap kaum muda. Simak sekuel pesan suratnya kepada kaum muda. “Kalau aku boleh memilih untuk melawan, mungkin sekarang ini aku akan duduk bersama kalian. Aku akan bilang kalau perjuangan bukan saja melalui tulisan, puisi, buku, apalagi setajuk proposal! Perjuangan butuh keringat, pekikan suara, dan dentuman kata-kata. Kita bukan melawan seekor siput tapi buaya yang akan menerkam jika kita lengah. Hutan rimba mengajariku untuk tidak mudah percaya pada mulut-mulut manis. Hutan rimba mendidikku untuk tidak terlalu yakin dengan janji. Aku sudah hafal mana tabiat srigala dan mana watak kelinci. Kalau kau baca tulisanku, mustinya kau bisa meyakini, kalau kekuasaan hanya bisa bertahan selama kita mematuhinnya. Kekuasaan bisa bertahan selama mereka mampu menebar ketakutan. Ngeri aku menyaksikan orang-orang pandai yang berbohong dengan ilmunya. Mereka sangat pandai berdebat di muka televisi, sejatinya mereka  melacurkan keyakinannya.. Sederet angka dibuat untuk membuat orang percaya bahwa si miskin makin hari makin berkurang. Padahal kenyataannya semakin banyak orang yang hidup susah. Anak muda, aku telah tuliskan puluhan karya untukmu. Dibungkus dengan sampul wajahku, yang mungkin tampan, aku tuangkan pesan kepada kalian. Keberanian yang membuat kalian akan tahan dalam situasi apapun! Aku  percaya bahwa kemapanan, kenikmatan badaniah, apalagi kekayaan hanya menjadi racun bagi tubuh kita. Kemapanan membuat otakmu makin lama makin bebal. Kau hanya mampu mengunyah teori untuk disemburkan lagi. Kemapanan membuat hidupmu seperti seekor ular yang hanya mampu berjalan merayap. Kekayaan akan membuat tubuhmu seperti sebatang bangkai. Hutan melatihku untuk menggunakan badanku secara penuh. Kakiku untuk lari kencang bila musuh datang dan tanganku untuk mengayun pukulan jika aku diserang. Anak muda, nyali sama harganya dengan nyawa. Jika itu hilang, niscaya tak ada gunanya kau hidup!”.

Nasib Che memang sungguh ironis. Ketenarannya justru dibajak oleh kapitalis, kaum yang diperanginya. Pembajakan Che ini dilakukan dengan mencetak gambar-gambar Che dalam berbagai bentuk. Ada poster, kaos, korek api, hingga lencana/emblem. Bahkan boleh disebut Che adalah emblem abad 20. Che telah menjadi mesin uang. Brand Che menjadi fenomena marketing di seluruh penjuru dunia. Che menjadi produk komersial yang tak pernah lapuk dimakan zaman, termasuk di Indonesia. Melihat hal ini, Aleida Guevara, putri Che  mengecam komersialisasi gambar ayahnya tersebut.  Menurutnya, pria yang berjuang dan tewas untuk menentang kapitalisme tidak sewajarnya digunakan sebagai alat untuk menjual vodka Inggris, minuman Prancis dan ponsel Swiss. "Kami tidak ingin uang, kami menuntut penghormatan," tegas Aleida. Keluhannya ini juga bertepatan dengan mencuatnya kembali nama Che pasca kemenangan Benicio del Toro sebagai aktor terbaik Festival Film Cannes bulan Mei 2008 dalam film epik  Che sepanjang 4,5 jam. Akan tetapi komersialisasi Che terus berlangsung.


Adalah Guerrillero Heroico, sebuah foto Che hasil jepretan Alberto Korda, fotografer Presiden Fidel Castro tanggal 4 Maret 1960  saat Che menghadiri upacara pemakaman 100 korban pemboman La Coubre , yang membuatnya melegenda dan bernilai komersial. Publikasi pertama foto Guerrillero Heroico dilakukan oleh koran Revolución edisi 16 April 1961, setahun setelah foto itu diambil, untuk mengiklankan konferensi yang menampilkan pembicara utama Che Guevara.  Namun masyarakat Kuba baru benar-benar familiar dengan foto tersebut pasca eksekusi mati Che Guevara oleh pemerintah Bolivia, yakni pada acara penghormatan terakhir rakyat Kuba atas kematian Che  di Plaza de la Revolución, Havana, pada 18 Oktober 1967, dimana pada acara itu foto Che tersebut direproduksi dan ditampilkan dalam ukuran besar. Sejak saat itulah Guerrillero Heroico menemukan tempatnya sebagai simbol revolusi dan perlawanan.


Maryland Institute College of Art menobatkan Guerrillero Heroico sebagai simbol abad 20 dan foto paling terkenal di dunia. Di Amerika Serikat sendiri foto ini terlihat pertama kali pada tahun 1968 dalam versi lukisan karya Paul Davis pada billboard iklan Majalah Evergreen Review di stasiun kereta bawah tanah New York. Sebelumnya, pada 1967 seniman Irlandia Jim Fitzpatrick membuat poster seni Che berdasarkan kopi foto yang diklaimnya diperoleh dari kelompok anarki Belanda, the Provos. Berbagai reproduksi lain merebak dalam bentuk lukisan, cetakan, karya digital, tatto, ukiran, sketsa, dan semua jenis media  lainnya. Kalangan seniman pop dan industri mulai menggeser pemaknaan atas foto Che ketika mereka ikut-ikutan mereproduksi foto tersebut dalam berbagai format dan teknik, namun merendahkan artinya menjadi sekadar obyek komersialisasi dan seni populer yang jauh meninggalkan pesan revolusi  keras yang diusung Che selama hidupnya. Wajah Che disalin besar-besaran sebagai gambar penghias kaus oblong, stiker, minuman keras Vodka Smirnoff, minuman soda, rokok, film, bahkan es krim, wisata internasional, cover jejaring sosial, dan sebagainya. Dia bisa ditemukan sebagai lukisan murah di tembok2 pemukiman kumuh di Afrika, hingga ke butik-butik yang menjual pakaian untuk kalangan atas di Paris. Menurut Trisha Ziff, seorang kurator, Che Guevara telah menjadi sebuah merek dagang. Ironis memang.

JAWA SURINAME


“Lelakone wong soko Jowo
Ning Suriname dikontrak Londo
Tekan seprene lagi temonjo”

          Bait di atas adalah penggalan syair sebuah lagu yang sangat populer dinyanyikan warga keturunan Jawa di Suriname. Mengkisahkan perjalanan hidup mereka yang penuh penderitaan berangkat dari tanah Jawa menjadi kuli kontrak dipekerjakan di perkebunan2 milik orang2 Belanda di Suriname dan setelah puluhan tahun menetap dan berjuang di negeri itu akhirnya kehidupannya membaik, sejahtera dan bahagia. Suriname sebelum merdeka tahun 1975 adalah koloni Belanda di Amerika Selatan, luasnya 2 kali lebih dari Pulau Jawa, beriklim tropis dan berbatasan dengan Guyana Perancis di Timur, Guyana di Barat, Brasil di Selatan serta di utaranya terdapat Samudra Atlantik.
        Dari beberapa literatur yang ada diketahui bahwa Belanda telah menempuh berbagai cara untuk mendapatkan tenaga kerja dari Indonesia untuk dipekerjakan di Suriname. Orang2 Indonesia yang kebanyakan orang Jawa itu diajak dengan bujukan, paksaan bahkan banyak diantara mereka yang diculik agar dapat di bawa dan diangkut menuju Suriname. Namun demikian sebagian besar cara yang ditempuh adalah melalui badragumilang (program bedhol desa) ke Suriname. Pemerintah Kolonial Belanda beralasan pengirimian orang2 Jawa Jawa ke Suriname dilakukan dengan pertimbangan rendahnya perekonomian penduduk Jawa setelah meletusnya Gunung Merapi pada tahun 1872, dan dirasa semakin padatnya populasi Pulau Jawa. Jika sebagian penduduk Pulau Jawa tidak diemigrasikan dikhawatirkan akan menimbulkan masalah sosial dan politik dikemudian hari.
        Pengiriman orang2 Jawa ke Suriname dilakukan dengan menggunakan kapal laut dalam beberapa gelombang. Gelombang pertama terdiri dari 61 pria, 31 perempuan dan dua orang anak, diberangkatkan dari Batavia pada 21 Mei 1890, dengan kapal SS Koningin Emma. Pelayaran jarak jauh ini sempat singgah di negeri Belanda, dan tiba di Suriname 9 Agustus1890. Mereka dipekerjakan di perkebunan tebu dan pabrik gula Marienburg, Suriname. Gelombang kedua diberangkatkan dari Semarang sebanyak 582 orang tiba di Suriname 16 juni 1894 dengan kapal SS Voorwarrts. Muatan yang berlebih ini menyebabkan 64 orang penumpang kapal meninggal dunia, dan 85 orang dirawat di rumah sakit setibanya di pelabunan Paramaribo, Suriname. Kejadian mengenaskan tersebut tidak mendapat perhatian dari pemerintah Belanda, pengiriman orang2 Jawa ke Suriname tetap terus dilanjutkan gelombang demi gelombang. Pengiriman 990 orang Jawa yang tiba di Suriname pada 13 Desember 1939 tercatat sebagai pengiriman terakhir karena meletusnya PD II.
          Dari dokumen di Nationaal Arcfief Suriname, arsip Sensus Suriname 1921, Arsip Depantemen Koloni Belanda, Arsip Perusahaan Perdagangan Belanda (NHM) 1824-1964 diketahui bahwa pengiriman orang2 Jawa ke Suriname dari tahun 1890 sampai dengan 1939 dilakukan sebanyak 77 gelombang, total membawa 23.373 orang terdiri dari laki2 14629, perempuan 8725, tidak diketahui (laki2 / perempuannya) 19 orang. Dilihat dari bahasa yang mereka gunakan, dimana secara fonologi mereka menggunakan dialek Kedu yang sekaligus menjadi induk bahasa warga Suriname asal Indonesia, maka dapat diketahui bahwa orang2 Jawa yang dikirim ke Suriname yang terbanyak berasal dari daerah Magelang (Karesidenan Kedu). Sedangkan Menurut Toekiman Saimbang, diplomat Suriname keturunan Jawa, bahwa sebagian besar orang Jawa yang dikirim ke Suriname berasal dari Jawa Tengah di sekitar Surakarta – Yogyakarta. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa daerah segitiga Kedu – Surakarta – Yogyakarta merupakan daerah asal mayoritas imigran Jawa Suriname, daerah2 yang paling padat populasinya pada saat itu dan yang paling merasakan kepedihan akibat meletusnya Gunung Merapi tahun 1872. Daerah lainnya dimana para imigran Jawa Suriname berasal, dari yang paling banyak sampai yang paling sedikit, berturut-turut adalah Banyumas, Semarang, Batavia, Surabaya, dan Bandung.
           Perlu pula diketahui bahwa tidak semua orang2 yang dikirim ke Suriname adalah etnis Jawa, sebagian kecil dari mereka berasal dari etnis Sunda, Madura dan Batak. Akan tetapi keturunan etnis non Jawa ini pada akhirnya berbaur menjadi satu dengan menggunakan bahasa dan budaya Jawa. Kebanyakan orang2 Jawa yang diberangkatkan ke Suriname bukanlah atas kemauan atau kesadasaran sendiri, melainkan diwereg atau ditipu oleh agen2 pencari tenaga kerja. Para calon pekerja tersebut oleh agen pencari tenaga kerja dikatakan akan dipekerjakan di tanah seberang, yang dalam pikiran mereka adalah wilayah luar Jawa, seperti Sumatra, Kalimantan atau Sulawesi.
          Namun, tanpa sepengetahuan mereka, imigran Jawa tersebut diangkut ke wilayah koloni Belanda di kawasan Karibia Amerika dengan menggunakan kapal laut yang kondisinya memprihatinkan. Dan ketika turun dari kapal yang mengangkutnya, mereka terkejut dimana yang dijumpainya adalah tanah yang tandus di suatu wilayah yang sama sekali asing dalam perasaan mereka. Begitu mendarat mereka langsung dibawa ke daerah-daerah perkebunan, eksplorasi hutan dan industri2 lainnya di negara yang juga dikuasai oleh pemerintah kolonial Belanda itu. Mereka ditempatkan dalam barak-barak. berisi empat hingga enam orang. Mereka dipekerjakan di hutan, ladang dan pabrik perkebunan tebu, kopi, cokelat dan lainnya. Ada juga sebagian kecil dari mereka yang dipekerjakan dalam pembuatan jalan kereta api, dan selama berlangsungnya Perang Dunia I para imigran Jawa itu juga ada yang dipekerjakan di tambang bauksit di Moengo, Suriname.
        Tahun2 pertama mereka lalui dengan berat dan janji Belanda yang menjamin peningkatan kesejahteraan hidup mereka ternyata bohong belaka. Para kuli kontrak pun hidup telantar di tahun-tahun awal tanpa ada fasilitas seperti sekolah untuk anak-anak mereka, rekreasi, maupun uang memadai. Generasi pertama etnik Jawa di Suriname benar2 hidup dalam penderitaan. Meski pahit hidup di perkebunan2 dan pabrik2 di Suriname, mereka terima dengan lapang dada. Mereka pun tidak mau menyerah menghadapi kesulitan-kesulitan yang mereka alami. Mereka terus berjuang, berupaya mengatasinya dengan enerji yang ada dalam diri mereka. Lambat laun kehidupan mereka dan keturunannya pun mulai berubah.
          Perang Dunia II menghancurkan pabrik2, industri2 dan ekonomi Eropa, termasuk Belanda. Hal ini membawa dampak pada koloni2 Belanda di seberang lautan. Perusahaan2 Belanda di Suriname ikut ambruk, tutup. Dan pekerja2nya yang sebagian dipekerjakan dengan paksa pun bebas menentukan nasibnya sendiri2. Ada yang masih tetap berladang di tanah seluas 1,25 hektar pemberian pemerintah dengan beragam tanaman. Banyak pula yang beralih profesi sesuai dengan pendidikan, ketrampilan dan keahlian serta kemampuan masing2.
         Iklim kebebasan semakin terbuka lagi setelah Suriname memperoleh kemerdekaannya pada tahun 1975. Di berbagai bidang di Suriname ada orang keturunan Jawa yang memegang peran, antara lain bidang kesehatan, pendidikan, teknik, olah raga, bangunan, bisnis, seni, politik, militer dan sebagainya. Demikian pula kaum wanitanya, banyak wanita keturunan Jawa di Suriname yang menjadi pengusaha, guru, insinyur, seniwati, dan politisi. Lebih dari itu, bahkan keturunan Jawa Suriname ini muncul menjadi tokoh2 penting di negara tersebut. Paul Salam Somohardjo adalah ketua parlemen Suriname periode 2005-2010. Partainya, Partai Pertjaja Luhur adalah salah satu partai yang paling berpengaruh di Suriname. Demikian pula Humprey Soekimo yang fasih berbahasa Jawa adalah kepala pemerintahan Commewijne. Pejabat tinggi Suriname lainnya yang berdarah Jawa antara lain adalah Kepala Kepolisian Suriname H Setrosentono, Menteri Perdagangan dan Industri, Micheal Miskin; Menteri Dalam Negeri, Soewarto Moestadja; Menteri Pertanian, Peternakan dan Perikanan, Hendrik Setrowidjojo; Menteri Tenaga Kerja, Pengembangan Teknologi dan Lingkungan Hidup, Ginmardo Kromosoeto, Menteri Pendidikan dan Pengembangan Masyarakat Raymond Sapoen serta Menteri Sosial dan Perumahan Rakyat Hendrik Sorat Setro Wijojo.
         Dalam pada itu, Wilem Sugiono yang berdarah Kebumen muncul menjadi salah seorang konglomerat Suriname. Di bidang seni, ada pelukis Soeki Irodikromo, pematung Waidie, dan kelompok teater Does Cabaret (ludruk Suriname) yang berkelas internasional. Di bidang olah raga ada perenang cantik, Ranomi Kromowidjojo keturunan Jawa Suriname dan pemain sepakbola internasional Clarence Seedorf, dimana satu dari dua kakek kandungnya adalah Jawa Suriname, dan lain sebagainya (Dari berbagai sumber)