Konon dalam rangka mencari kayu jati pilihan untuk membangun Masjid
Agung Demak, para wali sembari menyebarkan agama Islam menjelajahi
berbagai daerah di pulau Jawa. Adalah Sunan Kalijaga
dan rombongannya menyusuri sungai Bengawan Solo dan terus ke arah
timur menerabas hutan2 menuju rimba jati terbaik milik Ki Ageng
Donoloyo yang sanggup menyediakan jati2 terbaik untuk keperluan
pembangunan Mesjid Agung Demak. Sebelum sampai ke hutan Donoloyo,
berhentilah rombongan Sunan Kalijaga di sebuah kawasan hutan bernama
Sembuyan. Di sini beliau beristirahat untuk beberapa waktu lamanya dan
mendirikan sebuah masjid, yang sekaligus merupakan prototipe Masjid
Agung Demak yang akan dibangun.
Masjid ini berukuran 7,5 x 7,5 meter dan berbentuk limasan, merupakan bangunan panggung dianjang , beratap rumbia kering (tahun 2002 diganti genting). Tiang, dinding dan lantainya seluruhnya berbahan baku kayu jati tua dan sambungan kayunya pun menggunakan pasak kayu jati. Keempat ompaknya yang merupakan soko guru terbuat dari bonggol kayu jati dan antara satu dengan lainnya berbeda, baik bentuk, karakter kayu maupun ukurannya. Puncak kubah berbentuk mahkota raja terbuat dari tanah dan sampai saat ini masih relatif utuh. Di dalam masjid terdapat sebuah mimbar kayu jati dengan ukiran unik. Di tiap sambungan kerangka masjid terdapat simbolisasi kebesaran Islam bintang Oktagon segi delapan.
Masjid ini berukuran 7,5 x 7,5 meter dan berbentuk limasan, merupakan bangunan panggung dianjang , beratap rumbia kering (tahun 2002 diganti genting). Tiang, dinding dan lantainya seluruhnya berbahan baku kayu jati tua dan sambungan kayunya pun menggunakan pasak kayu jati. Keempat ompaknya yang merupakan soko guru terbuat dari bonggol kayu jati dan antara satu dengan lainnya berbeda, baik bentuk, karakter kayu maupun ukurannya. Puncak kubah berbentuk mahkota raja terbuat dari tanah dan sampai saat ini masih relatif utuh. Di dalam masjid terdapat sebuah mimbar kayu jati dengan ukiran unik. Di tiap sambungan kerangka masjid terdapat simbolisasi kebesaran Islam bintang Oktagon segi delapan.
Menilik umurnya, masjid ini diperkirakan dibangun pada tahun 1401 Saka atau 1479 M. Hal ini didasarkan atas gambar hewan penyu di salah satu bagian masjid itu. Menurut candra sengkala zaman peralihan Hindu-Islam, hewan penyu itu, bisa dipilah sebagai (kepala penyu=1, kaki penyu=4, badan penyu=0, ekor penyu=1), sehingga diartikan pendiriannya terjadi pada 1401 Saka atau 1479 M, sedikit lebih tua dari Masjid Agung Demak yang selesai pembangunannya pada tahun 1505 M.
Panjangnya usia masjid ini dan letaknya yang di tengah2 hutan, membuat masjid ini sempat beberapa tahun tidak diketahui keberadaannya, tertimbun semak2. Sunan Kalijaga dan rombongannya setelah membangun masjid ini meninggalkannya begitu saja melanjutkan perjalanan menuju hutan Donoloyo mencari kayu jati Ki Ageng Donoloyo. Barulah pada sekitar tahun 1745 Pengeran Samber Nyowo dalam pelarian dan persembunyiannya atas pengejaran Patih Pringgoloyo dan Mayjen Hendrik secara tidak sengaja menemukan masjid itu. Berita penemuan masjid kuno oleh Pangeran Samber Nyawa tersebut segera tersebar luas, banyak orang berdatangan untuk menyaksikan temuan masjid kuno itu, dan mereka kemudian menamakan masjid yang baru ditemukan itu Masjid Tiban. Pangeran Samber nyawa kemudian memerintahkan pengikutnya Tuhuwono untuk membuka hutan di bukit itu dan menjadinya perkampungan dan persawahan, sekaligus merawat dan melestarikan masjid kuno tersebut. Oleh Pangeran Samber Nyawa masjid dan perkampungan itu diberi nama Wonokerso (hutan atas kehendak Sang Pangeran).
Masjid kuno itu kini terletak di Dusun Tekil Kulon, RT01/RW05, Desa Sumber Rejo, Kecamatan Baturetno, Wonogiri, Jawa Tengah. Meski jalan menuju dusun yang terasing dari hingar-bingar keramaian kota tersebut naik turun dan berkolok-kelok, akan tetapi di dalamnya ada sebuah bangunan masjid kuno perpaduan Hindu-Islam bernilai sejarah dan religi tinggi.Sayang untuk tidak dikunjungi.
Koreksi bukan Sumber Rejo tapi Desa Sendang Rejo
BalasHapus